Ini kisah Si dungu, laki-laki tanpa gairah dan terkadang melakukan hal
konyol.
Senja ini ia berbincang pada tembok. Sungguh konyol kan ? Dia memang begitu,
dia punya cara sendiri untuk berbagi.
Dia punya sekedar
cuplikan tentang hidup dan cara berterima kasih pada hidup.
Inilah hidupnya :
“Bersandiwara dengan hidup ? bisa gak
ya ?” tanya Si dungu pada tembok .
“Hidup melihat kita, apa dan siapa yang
kita sukai, apa dan tentang siapa kita bersenda gurau, dan akan kemana kita setelah
hari ini. Masih bisakah kita bohong untuk hidup ? bagaimana menurutmu ?” si
dungu terdengar sedih pada tembok, tembok bisu.
Jika bicara tentang hidup, Si dungu selalu berkata bahwa hidup hanya
tiga hal. Kasih sayang, teman dan kesederhanaan.
“Terima kasih hidup .” Si dungu berbisik pada tembok. Sepertinya hidup memberi Si dungu ini kesempatan
untuk merasa kasih dan sayang.
“Kasih sayang memang
punya definisi, namun bagaimana dengan makna kasih sayang ? masih punya
definisikah ia ?” Si dungu bertanya heran pada tembok, Si tembok bisu.
“Terima kasih sekali lagi untukmu hidup.” Kata Si dungu lagi. Si dungu
sepertinya mengerti akan kemana dia setelah heran tadi.
“Ah, lebih baik aku
bersua teman besok dan melihat hari mereka, cerah atau redup wajah temanku” Si
dungu terdengar gembira kali ini.
“Saya yakin bahwa hidup memberikan kalian agar
aku tak hanya belajar dari 'pendikte' yang memuakkan.” Ujar Si dungu.
“Jika boleh memilih,
aku lebih senang jika hari Minggu bangun pagi buta dan siap menerima khotbah
dari 'pendikte', lalu Senin sampai Sabtu aku bangun pagi buta lagi namun bukan
untuk menerima khotbah yang memuakkan, iya gak
? ” katanya.
“Kuoleskan minyak
wangi dan tak lupa baju kerah untuk sekedar menembus waktu dan bernostalgia
dengan teman yang lebih dari diktat berlabel bilyunan atau sekedar tulisan dipapan berisi aljabar ataupun pythagoras.” Kata Si dungu yakin. Si tembok
tetap saja bisu.
“Teman menghidupkan
saya, dan hidup memberi teman agar saya merasa lebih hidup lagi.” Si dungu
terlihat kesal pada tembok.
“Dug dug” Si dungu
memukul tembok.
Si dungu segera bangkit dan berkata lagi, “Terima kasih hidup, pagi tadi
kucium semangkok bubur dengan sambal kacang sebagai pemanis, bukan pizza dengan bau ranumnya ! sederhana
sekali ya ?” Tembok diam
“Apa to sederhana itu ? kamu tau gak ?” Si dungu benar-benar tak tau kali
ini.
“Ayolah !!! jawab aku
kali ini !!! jangan bisu dong !!!” Si
dungu benar-benar marah pada tembok.
Si dungu tersedu di
sudut sambil berpikir bagaimana
membuat tembok itu menjawabnya. Sungguh gila Si dungu ini, tak mungkin tembok
bisa menjawabnya. Dungu sekali orang ini.
Lalu Si dungu bangkit dengan wajah
cerah, seolah fatamorgananya menjadi nyata.
“Aku akan membuatmu
bicara kali ini !” Ia tersenyum sadis. Si dungu sepertinya punya cara untuk
membuat tembok bicara.
Si dungu bangkit dari
peraduannya, dengan jejak terseret ia mengambil cat air, palet dan kuas dari
lemari usangnya. Dia berbalik dan berkata pada tembok, “Kali ini kau akan
benar-benar bicara !”. Ia benar-benar dungu.
Apa yang akan
dilakukannya kali ini ? Dasar dungu !
Ia menuangkan warna kuning di atas palet, lalu merah, ia berimajinasi
tinggi.
Si dungu tersenyum sinis, tangan mengalun dengan kuas
tergenggam jemarinya.
Tembok heran apa yang
akan dilakukan Si dungu padanya.
Apa yang akan tergambar pada tembok ? dungu tak seperti dungu. Ia beda.
Pelan dan semakin
perlahan, cat air berpola pada tembok.
Titik per titik, garis
per garis, dan imaji per imaji. Ia hanya butuh 5 menit.
5 menit untuk fantasi
berupa kata “SEDERHANA” dengan warna
orangenya.
Si dungu hanya ingin
si tembok berkata pada hidup bahwa kesederhanaan harus ada dalam hidup.
Sederhana adalah
batasan qanaah manusia dalam hidup, sederhana itu ibarat pawang dalam diri
manusia, ia mengendalikan agar kasih sayang, teman, dan sederhana itu sendiri
tetap ada.
Akhirnya Si dungu tak
lagi tersedu, ia tersenyum ranum pada tembok, hidup, kasih sayang, teman dan
kesederhanaan.
“Terima kasih.” Kata Si dungu dengan wajah secerah pagi.
Si dungu akan tetap
dungu, namun ia punya tembok yang setia mendengarkan kedunguannya.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar