5.01.2014

Si Dungu , Tembok dan Hidup


Ini kisah Si dungu, laki-laki tanpa gairah dan terkadang melakukan hal konyol. 
Senja ini ia berbincang pada tembok. Sungguh konyol kan ? Dia memang begitu, dia punya cara sendiri untuk berbagi.
Dia punya sekedar cuplikan tentang hidup dan cara berterima kasih pada hidup.

Inilah hidupnya :

“Bersandiwara dengan hidup ? bisa gak ya ?” tanya Si dungu pada tembok . 
“Hidup melihat kita, apa dan siapa yang kita sukai, apa dan tentang siapa kita bersenda gurau, dan akan kemana kita setelah hari ini. Masih bisakah kita bohong untuk hidup ? bagaimana menurutmu ?” si dungu terdengar sedih pada tembok, tembok bisu.

Jika bicara tentang hidup, Si dungu selalu berkata bahwa hidup hanya tiga hal. Kasih sayang, teman dan kesederhanaan.
“Terima kasih hidup .” Si dungu berbisik pada tembok. Sepertinya hidup memberi Si dungu ini kesempatan untuk merasa kasih dan sayang.
“Kasih sayang memang punya definisi, namun bagaimana dengan makna kasih sayang ? masih punya definisikah ia ?” Si dungu bertanya heran pada tembok, Si tembok bisu.

“Terima kasih sekali lagi untukmu hidup.” Kata Si dungu lagi. Si dungu sepertinya mengerti akan kemana dia setelah heran tadi.
“Ah, lebih baik aku bersua teman besok dan melihat hari mereka, cerah atau redup wajah temanku” Si dungu terdengar gembira kali ini.
 “Saya yakin bahwa hidup memberikan kalian agar aku tak hanya belajar dari 'pendikte' yang memuakkan.” Ujar Si dungu.
“Jika boleh memilih, aku lebih senang jika hari Minggu bangun pagi buta dan siap menerima khotbah dari 'pendikte', lalu Senin sampai Sabtu aku bangun pagi buta lagi namun bukan untuk menerima khotbah yang memuakkan, iya gak ? ” katanya.
“Kuoleskan minyak wangi dan tak lupa baju kerah untuk sekedar menembus waktu dan bernostalgia dengan teman yang lebih dari diktat berlabel bilyunan atau sekedar tulisan dipapan berisi aljabar ataupun pythagoras.” Kata Si dungu yakin. Si tembok tetap saja bisu.
“Teman menghidupkan saya, dan hidup memberi teman agar saya merasa lebih hidup lagi.” Si dungu terlihat kesal pada tembok.
“Dug dug” Si dungu memukul tembok.

Si dungu segera bangkit dan berkata lagi, “Terima kasih hidup, pagi tadi kucium semangkok bubur dengan sambal kacang sebagai pemanis, bukan pizza dengan bau ranumnya ! sederhana sekali ya ?” Tembok diam
“Apa to sederhana itu ? kamu tau gak ?” Si dungu benar-benar tak tau kali ini.
“Ayolah !!! jawab aku kali ini !!! jangan bisu dong !!!” Si dungu benar-benar marah pada tembok.
Si dungu tersedu di sudut sambil berpikir bagaimana membuat tembok itu menjawabnya. Sungguh gila Si dungu ini, tak mungkin tembok bisa menjawabnya. Dungu sekali orang ini.

            Lalu Si dungu bangkit dengan wajah cerah, seolah fatamorgananya menjadi nyata.
“Aku akan membuatmu bicara kali ini !” Ia tersenyum sadis. Si dungu sepertinya punya cara untuk membuat tembok bicara.
Si dungu bangkit dari peraduannya, dengan jejak terseret ia mengambil cat air, palet dan kuas dari lemari usangnya. Dia berbalik dan berkata pada tembok, “Kali ini kau akan benar-benar bicara !”. Ia benar-benar dungu.
Apa yang akan dilakukannya kali ini ? Dasar dungu !

Ia menuangkan warna kuning di atas palet, lalu merah, ia berimajinasi tinggi.
Si dungu  tersenyum sinis, tangan mengalun dengan kuas tergenggam jemarinya.
Tembok heran apa yang akan dilakukan Si dungu padanya.
Apa yang akan tergambar pada tembok ? dungu tak seperti dungu. Ia beda.
Pelan dan semakin perlahan, cat air berpola pada tembok.
Titik per titik, garis per garis, dan imaji per imaji. Ia hanya butuh 5 menit.
5 menit untuk fantasi berupa kata “SEDERHANA” dengan  warna orangenya.
Si dungu hanya ingin si tembok berkata pada hidup bahwa kesederhanaan harus ada dalam hidup.
Sederhana adalah batasan qanaah manusia dalam hidup, sederhana itu ibarat pawang dalam diri manusia, ia mengendalikan agar kasih sayang, teman, dan sederhana itu sendiri tetap ada.

Akhirnya Si dungu tak lagi tersedu, ia tersenyum ranum pada tembok, hidup, kasih sayang, teman dan kesederhanaan.
“Terima kasih.” Kata Si dungu dengan wajah secerah pagi.
Si dungu akan tetap dungu, namun ia punya tembok yang setia mendengarkan kedunguannya.

Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan siapa Anda berimaji?

Foto saya
Klaten, Jawa Tengah, Indonesia
Terima kasih yang sudah berkunjung, saya Yogie Budi P hanya ingin berbagi imaji kepada kalian.